Dua Gandar Aksi Body Positivity

Illustrator: Ferrel Timothy

Dua Gandar Aksi Body Positivity

Oleh: Felicia Ongkojoyo

“Cantik sih, tapi sayang gendut”, “Percuma wajah ganteng kalau gak tinggi.” Kata-kata seperti itu kerap diterima oleh seseorang yang dianggap tidak serupa dengan standar kecantikan atau ketampanan di lingkungan mereka. Hasil survei dari Merz Aesthetics APAC Consumer Study yang berkolaborasi dengan Frost & Sullivian mengungkapkan, wanita dan pria di Asia Pasifik cenderung sulit untuk memuji dirinya sendiri. Terlebih lagi, adanya nilai kebudayaan tertentu dan standar kecantikan yang dibuat masyarakat menjadi alasan 50 persen responden kurang percaya diri untuk menilai diri mereka cantik atau tampan. Hadirnya tolok ukur ini membuat banyak orang tidak puas dan ingin mengubah kondisi fisik mereka.

Salah satu faktor krusial untuk bisa dipandang rupawan adalah bentuk tubuh yang ideal. Data dari survei American College Health Association yang melibatkan 95 ribu mahasiswa menuliskan, 47 persen wanita dan 27 persen pria sedang menjalankan diet untuk menurunkan berat badan. Selain itu, 75 persen dari responden merasa tidak puas dengan bentuk badan mereka. Rasa ketidakpuasan inilah yang memunculkan berbagai cara untuk mendapatkan bentuk badan yang sempurna. Bahkan, beberapa orang rela menjalani diet ketat hingga olahraga ekstrem guna menggapai label cantik tersebut.

Tren diet ketat untuk mendapatkan tubuh indah kini sedang menjadi buah bibir masyarakat. Pasalnya, seorang aktris bernama Kim Kardashian rela mengecilkan badan demi tampil memukau mengenakan gaun Marilyn Monroe dalam acara Met Gala 2022. Ia berhasil menurunkan 7,5 kilogram berat badannya dalam kurun waktu tiga minggu. Namun, menurut Doktor Nutrisi Klinis dan Direktur Program Nutrisi Pascasarjana di Long Island University New York, Dr. Deborah Salvatore, diet yang dilakukan Kim ini berbahaya. Tindakan tersebut dapat menyebabkan gangguan kesehatan badan maupun mental, seperti kelelahan dan mudah marah. Meskipun dipandang salah, hal ini membuktikan banyak orang yang melewati proses menyakitkan untuk memenuhi standar kecantikan dunia.

Beauty standard yang dirasa makin tidak realistis ini mendapat tentangan dari sebagian kelompok masyarakat. Sejumlah individu mengklaim kecantikan tidak dipengaruhi oleh bentuk tubuh. Istilah ini acapkali disebut sebagai body positivity. Menilik situs Alodokter, body positivity merupakan pola pikir yang menyatakan setiap orang perlu memiliki pandangan baik terhadap tubuhnya. Prinsip ini mampu membuat seseorang lebih mencintai dan menerima keadaan mereka apa adanya. Tak hanya bagi diri sendiri, gerakan body positivity juga dipakai untuk mendobrak stereotip masyarakat yang menilai kecantikan hanya dari luar saja.

Istilah body positivity sebenarnya bukanlah hal baru. Laman Yayasanpulih.org menjelaskan, gerakan ini dipelopori oleh organisasi the National Association to Advance Fat Acceptance (NAAFA) yang berdedikasi untuk meningkatkan kualitas dan melindungi hak hidup orang gemuk. Dicetuskan sekitar tahun 1960, istilah ini kembali menjadi topik hangat pada 2012. Di era tersebut, body positivity yang mulanya hanya berfokus pada penerimaan berat tubuh, disempurnakan menjadi pola pikir “seluruh bentuk tubuh adalah indah”.

Kampanye body positivity terus digandrungi oleh masyarakat lantaran memberi banyak manfaat bagi penganutnya. Terbukti, body positivity mampu meningkatkan kepercayaan diri dan memberikan pola hidup yang lebih sehat. Dilansir dari laman mentalhealth.org.uk, seseorang yang mengapresiasi kondisi tubuhnya mempunyai kesehatan fisik maupun mental lebih stabil. Sementara itu, mereka yang selalu merasa kurang cenderung mempunyai gangguan psikologis dan pola makan tidak sehat. Selain itu, gerakan body positivity juga dinilai mampu membuat seseorang tidak terobsesi untuk mengubah penampilannya dan mengajak masyarakat agar tidak menilai orang lain berdasarkan kondisi fisiknya saja.

Walaupun sering dibanjiri komentar baik, tak jarang pula keberadaan gerakan body positivity dinilai negatif bagi sekelompok warga. Hal ini disebabkan body positivity terkadang dijadikan tameng agar tidak perlu beranjak dari zona nyaman. Masih banyak orang yang salah mengartikan gerakan ini karena sering dikaitkan dengan prinsip mencintai diri sendiri.

Pendapat paling populer mengatakan, gerakan body positivity mempromosikan seseorang yang obesitas. Hal ini dikarenakan tagar body positivity pada media sosial mayoritas dihiasi potret figur yang berbadan gemuk. Bahkan, beberapa tokoh terkenal seperti selebriti maupun influencer yang memiliki berat badan berlebih pun gemar menyuarakan gerakan ini. Tak heran apabila kampanye ini akhirnya disalahartikan oleh seseorang yang obesitas sebagai dorongan untuk tetap mencintai kondisi tubuhnya. Padahal, obesitas dapat menjadi sumber dari berbagai penyakit berbahaya.

Kesadaran masyarakat akan berat badan yang sehat pun makin hari kian menyusut. Situs web Beritatagar.id yang mengadopsi hasil survei dari jurnal Obesity menyatakan, banyak responden dengan indeks massa tubuh (BMI) 25 ke atas merasa berat badannya sudah cukup ideal. Padahal, angka tersebut seharusnya dikategorikan sebagai kelebihan berat badan. Meskipun tidak mengeksplorasi body positivity sebagai salah satu faktornya, penelitian tersebut menyimpulkan, pola pikir masyarakat terbentuk akibat adanya gerakan ini. Alhasil, orang-orang cenderung menyimpulkan berat badan mereka sudah ideal.

Tak hanya itu, istilah body positivity yang ditelan mentah-mentah sering dijadikan perlindungan untuk membela diri ketika menerima kritik. Banyak orang beranggapan, tubuh yang berisi merupakan tanda orang tersebut cantik, sehat, dan bahagia. Di sisi lain, seseorang yang bertubuh kurus dianggap menyiksa diri karena diet keras maupun olahraga. Padahal, konselor keluarga dan hipnoterapis klinis dari pendiri salah satu komunitas body positivity di Indonesia, Floranita Kustendro, C.Ht, Coach NLP pada situs web Nova.id mengatakan, body positivity tak hanya mengacu pada bentuk fisik, tetapi penilaian terhadap banyak faktor. Hal ini turut mencakup cara berbicara, berpikir, dan berperilaku. Jadi, kampanye body positivity tak melulu membahas tentang mencintai diri sendiri, tetapi juga perlu adanya penanaman pola pikir untuk menjaga kesehatan tubuh.

Sobat GENTA, body positivity merupakan ajakan untuk mensyukuri dan memandang positif segala bentuk tubuh.  Namun, menerima keadaan apa adanya bukan berarti tidak boleh berubah. Perubahan juga diperlukan untuk mencapai versi diri Sobat yang lebih baik. Hal yang terpenting adalah keinginan untuk berubah tersebut didasari oleh motivasi untuk memperbaiki diri, bukan sekadar mengikuti tren yang berlaku. Yuk, cintai diri sendiri dan nikmati setiap proses berubah menjadi lebih baik!

About the author /