Artikulasi Kreatif – Memburu Inovasi, Gentakan Integritas 

Penulis: Jocelyn Carissa

Ilustrator: Maria Angelina

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia (Kemenparekraf, 2021) mendefinisikan Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) sebagai pagar pembatas eksklusif dalam kerangka hukum yang memberikan perlindungan bagi individu maupun kelompok atas hasil karya mereka. HaKI menjadi jembatan bagi pencipta untuk meraih manfaat ekonomis dari lautan kreativitas intelektual yang mereka geluti.

Mengutip Setyoningsih (2021), regulasi HaKI telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994, bersangkutan dengan ratifikasi Agreement Establishing the World Trade Organization (WTO). Tujuannya adalah untuk menghindari tindakan pelanggaran terhadap hak milik intelektual, memperkuat daya saing dan penetrasi pasar, serta menjadi elemen esensial dalam pengembangan strategi penelitian, bisnis, dan sektor industri di Indonesia (Universitas Medan Area, 2021). 

Meskipun HaKI telah diatur dalam undang-undang, masih terdapat tantangan dalam menerapkan konsep tersebut di masyarakat. Salah satu isunya adalah framing HaKI masyarakat yang belum mengedepankan relevansinya dalam menjaga hak kreatif individu dalam kehidupan sehari-hari. Fenomena ini dapat meningkatkan risiko pelanggaran seperti penyalinan atau penyebaran karya tanpa izin.

Lantas, apa unsur yang perlu diketahui oleh mahasiswa selaku pemangku ilmu agar dapat meningkatkan kesadaran HaKI terkait dengan hak-hak kreatif mereka? Langkah konkret apa yang dapat diambil oleh mahasiswa untuk menerapkan konsep HaKI dalam aktivitas akademik mereka?

Dinamika Kesadaran HaKI di Indonesia: Meningkat atau Menurun?

Menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika (2021), penegakan HaKI di Indonesia masih belum optimal, dibuktikan oleh banyaknya praktik pembajakan, plagiat, dan pelanggaran yang terjadi di ranah digital. Pada tahun 2024, sejumlah 53 kasus pelanggaran hak cipta telah ditangani oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). Jumlah ini menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya, di mana tercatat sebanyak 46 kasus (Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, 2024). 

Di sisi lain, Agung Herwi Bantara S.H., M.M., seorang pemerhati hukum bidang bisnis, mengemukakan bahwa kesadaran Indonesia sebagai negara terhadap pentingnya HaKI terus mengalami peningkatan. Indonesia telah meratifikasi konvensi internasional mengenai intellectual property right (IPR) yang mencerminkan kesadaran dan pengakuan bahwa melindungi hasil karya tidak hanya penting bagi individu pencipta, tetapi juga meluas sampai pada perlindungan warisan budaya bangsa. Contohnya, upaya perlindungan terhadap batik sebagai bagian dari kekayaan budaya Indonesia sebagai respons terhadap ancaman klaim dari negara lain.

Hak Kekayaan dan Pendidikan

Secara umum, HaKI tidak hanya memberikan perlindungan terhadap hak pencipta atau penemu, tetapi juga memacu terciptanya inovasi baru, meningkatkan produktivitas, dan daya saing di masyarakat dan juga dunia industri. Agung menambahkan, ketika seseorang berhasil memperoleh paten atas suatu temuan, hal ini dapat menjadi pemicu bagi orang lain untuk menciptakan alternatif produk yang lebih unik dan lebih menarik. Dengan diakuinya HaKI, ini tidak hanya melindungi hak, tetapi juga penggerak terciptanya lingkungan kompetitif yang berdampak positif pada perkembangan industri dan masyarakat secara keseluruhan.

Agung mengutarakan bahwa dalam dunia pendidikan, tindakan plagiarisme merupakan pelanggaran HaKi terberat. Sebab itu, mahasiswa sering diberi pemahaman untuk menghindari perilaku tersebut. Meskipun demikian, masih banyak kasus plagiarisme yang terjadi di Indonesia, baik yang terungkap maupun tidak. Hal ini disebabkan oleh mudahnya akses informasi melalui internet yang memungkinkan seseorang untuk mengambil karya orang lain dengan cepat. Plagiarisme dapat terjadi baik secara sengaja maupun tidak sehingga diperlukan pemahaman untuk menghindarinya serta memahami faktor-faktor penyebabnya.

Sebuah insiden plagiarisme yang menarik perhatian publik terjadi di Indonesia, melibatkan Mochammad Zuliansyah, seorang alumni Program Doktor STEI pada tahun 2003 (Syukriah, 2022). Zuliansyah menghadapi konsekuensi serius akibat tindakan plagiarisme yakni, ijazah dan karyanya dinyatakan tidak berlaku. Karya akademisnya yang berjudul “3D topological relations for 3D spatial Analysis“, ternyata merupakan hasil plagiasi dari sebuah paper yang ditulis oleh Siyka Zlatanova. Informasi tentang plagiarisme ini diumumkan oleh komite Institute of Electrical and Electronics Engineers (IEEE) ketika disertasinya dipresentasikan dalam The IEEE International Conference on Cybernetics and Intelligent Systems di Chengdu, Cina, pada akhir September 2008. 

Sejalan dengan hal tersebut, Agung berpendapat bahwa di dunia pendidikan, mahasiswa dan dosen berperan sebagai pencipta ilmu dengan menghasilkan pengetahuan yang dapat diimplementasikan menjadi metode, gagasan, tulisan, atau hasil penelitian. Kolaborasi antara dunia pendidikan dan industri dapat memicu terciptanya lebih banyak karya, karena pada akhirnya, nilai ekonomis lah yang dilindungi oleh HaKI. Dengan demikian, akan sangat miris bahwa kita yang seharusnya bertindak sebagai creator malah melakukan plagiasi terhadap karya orang lain. “Akan sangat miris apabila kita, yang seharusnya bertindak sebagai creator, malah melakukan plagiasi. Seharusnya, kita diekspektasikan sebagai orang yang mengembangkan, bukan yang memplagiat.”, pesan Agung. 

Diversifikasi HaKI dalam Berbagai Disiplin Ilmu

Maka itu, perlu dipahami bahwa HaKI tidak hanya relevan dalam aspek budaya dan warisan, tetapi juga memainkan peran penting dalam berbagai disiplin ilmu. Dalam hal ini, pemahaman tentang diversifikasi HaKI dalam berbagai bidang studi menjadi kunci untuk mendorong perlindungan yang lebih efektif terhadap karya intelektual.

HaKI terbagi menjadi dua kategori utama, yakni hak cipta dan hak kekayaan industri. Hak cipta memberikan pemiliknya hak eksklusif untuk menggunakan dan mendistribusikan karya mereka. Sementara itu, hak kekayaan industri meliputi berbagai aspek seperti paten, merek dagang, desain industri, dan perlindungan varietas tanaman. Agung turut menekankan pesannya kepada mahasiswa dari berbagai jurusan untuk lebih aware akan HaKI apa yang relevan dengan bidang studinya, seperti berikut:  

  1. Mahasiswa seni dan sastra yang menghasilkan karya seperti lukisan, puisi, dan novel, dilindungi oleh hak cipta. 
  2. Mahasiswa desain komunikasi visual (DKV) yang terlibat dalam pembuatan film, fotografi, dan desain grafis, juga dilindungi oleh hak cipta.
  3. Mahasiswa desain interior menciptakan desain ruang atau produk interior, yang jika diadopsi dalam produksi massal, melibatkan hak atas desain produk. 
  4. Mahasiswa di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), terutama biologi atau rekayasa genetika, dapat menghasilkan temuan baru yang dilindungi oleh hak paten. Selain itu, penelitian tentang pengembangan varietas tanaman dilindungi oleh hak varietas tanaman.
  5. Mahasiswa perhotelan memiliki hak rahasia dagang berupa resep makanan atau minuman, proses produksi, hingga strategi pemasaran. Perlindungan ini memungkinkan perusahaan untuk menjaga keunggulannya dengan mencegah pihak lain mengakses atau menggunakan informasi rahasia tersebut tanpa izin.

Melalui pendaftaran yang tepat, karya-karya ini dapat diakui secara resmi dan dilindungi dari pelanggaran, memastikan bahwa pencipta memiliki kontrol eksklusif atas penggunaan dan penyebaran karya mereka. Penting untuk diingat bahwa apa pun yang dihasilkan oleh mahasiswa memiliki potensi untuk dikembangkan dalam dunia bisnis atau industri, serta memberikan manfaat bagi masyarakat. Itulah sebabnya, mahasiswa harus memahami implikasi HaKI terhadap hasil karyanya dan pentingnya melindungi hak-hak tersebut untuk mendorong inovasi dan pengembangan yang berkelanjutan.

Agung berpesan bahwa ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh mahasiswa untuk meningkatkan kesadaran HaKI dan menanamkan integritas mereka. Pertama, mahasiswa perlu meningkatkan wawasan mereka dengan belajar dari berbagai sumber, sehingga dapat menciptakan karya yang benar-benar baru atau memiliki potensi untuk dikembangkan lebih lanjut. Kedua, penting untuk mempelajari dasar-dasar ilmu pengetahuan dari berbagai teori dan referensi yang diajarkan oleh dosen. Ketiga, mahasiswa harus memacu diri untuk terus mengembangkan pengetahuan mereka, serta membangun semangat kewirausahaan yang tidak hanya berorientasi pada mencari keuntungan, tetapi juga pada menciptakan nilai dan memberikan manfaat bagi masyarakat. 

Terakhir, mahasiswa wajib menjadi pemecah masalah dengan menemukan solusi bagi masalah yang dihadapi masyarakat, sehingga temuan atau penemuan yang dihasilkan dapat memberikan manfaat bagi orang lain. Yuk, mari kita bersama-sama menjadi pribadi yang menghargai proses dan karya orisinal!

Daftar Pustaka

A. (2021, November 25). Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) : Pengertian dan Jenisnya. Lembaga Penelitian Dan Pengabdian Masyarakat. https://lp2m.uma.ac.id/2021/11/25/hak-atas-kekayaan-intelektual-haki-pengertian-dan-jenisnya/. 

Kominfo, P. (n.d.). Kominfo Ajak Masyarakat Tingkatkan Kesadaran Hak Kekayaan Intelektual. Website Resmi Kementerian Komunikasi Dan Informatika RI. https://www.kominfo.go.id/content/detail/34179/kominfo-ajak-masyarakat-tingkatkan-kesadaran-hak-kekayaan-intelektual/0/berita_satker

Pentingnya Pemahaman Hak Kekayaan Intelektual dalam Ekonomi Kreatif. (n.d.). Kemenparekraf/Baparekraf RI. https://www.kemenparekraf.go.id/ragam-ekonomi-kreatif/Pentingnya-Pemahaman-Hak-Kekayaan-Intelektual-dalam-Ekonomi-Kreatif. Diakses pada 17 Maret 2024.

Setyoningsih, E. V. (2021). Implementasi Ratifikasi Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Right (Trips Agreement) terhadap Politik Hukum di Indonesia. Jurnal Penegakan Hukum dan Keadilan, 2(2), 117-129.

Syukriah, D. (2022, September 5). Plagiarisme Dalam Dunia Pendidikan Di Indonesia. https://buletin.k-pin.org/index.php/arsip-artikel/1114-plagiarisme-dalam-dunia-pendidikan-di-indonesia

About the author /