25 Jam Berkomentar – Aku Ulang Tahun Lho, Ucapin Aku Dong

Aku Ulang Tahun Lho, Ucapin Aku Dong

Oleh: Hendro Richard Del Piero

Siapa yang tidak suka momen ulang tahun? Usia bertambah, mendapat ucapan dan perhatian dari keluarga dan orang-orang terdekat. Seakan-akan tanggal berapa pun itu menjadi tanggal merah buatmu. Kamu bisa bikin pesta dari yang sekadar makan mie bersama, sampai pesta besar mengundang para artis yang sedang naik daun demi memeriahkan pesta dan memberi kamu jabat tangan ulang tahun. Dan mungkin kamu yang punya pasangan boleh menebak-nebak, kado apa yang akan kamu terima nanti dari kekasihmu. Menyenangkan bukan? Tapi benarkah demikian?

Nyatanya, tak semua orang menikmati ulang tahun seindah itu. Tidak, kita tidak sedang membicarakan anak-anak jalanan yang mungkin mereka sendiri tidak tahu kapan mereka lahir. Kalau kamu ingat ada temanmu yang berulang tahun saat ini, coba buka Instagram dan lihat-lihat posting teman atau story-nya juga. Mungkin kamu akan menemukan posting dengan caption “aku ulang tahun lho, ucapin aku dong..” dengan menandai pemilik akun yang sedang berulang tahun. Sekarang cermati posting dengan caption tersebut. Mungkin kamu akan menemukan muka-muka absurd dia yang berulang tahun. Dari foto lagi tidur dan mulut terbuka lebar, muka kusut belum mandi yang di perbesar belasan kali, sampai foto yang lubang hidungnya di close-up. Persiapkan dirimu karena kamu tidak akan melihat ini sekali saja, jika posting “Aku ulang tahun lho, ucapin aku dong” ini adalah paid promote panitia yang muncul karena uang teman-teman yang iseng.

Masih ingat tidak, kasus kejutan ulang tahun yang menelan korban? Di Tebing Tinggi, Sumatra Utara, korban mengalami kerusakan mata disebabkan lemparan telur busuk. Di Tangerang, korban meninggal karena diikat di tiang listrik, disiram air, lalu tersengat listrik hingga mati. Siswi SMP di Batam meninggal karena depresi diteriaki maling saat ulang tahunnya dan parahnya ada guru terlibat dalam kejutan mematikan itu. Kita marah dan menyayangkan kejadian-kejadian itu bukan? Posting “aku ulang tahun lho, ucapin aku dong” ini tidak lain adalah bentuk bully di media sosial. Siapa yang suka muka-muka absurdnya diunggah di media sosial, bahkan di hari paling spesialnya dalam satu tahun? Tidak lama setelah itu, korban akan membalas dengan foto-foto yang lebih menjijikkan, atau bentuk balas dendam lainnya. Pola ini juga yang mengakibatkan jatuhnya korban seperti berita-berita di atas. Betapa perayaan yang tidak sehat di hari yang seharusnya menyenangkan.

 

Kenapa tidak melakukan hal positif saja di hari ulang tahun temanmu? Tidak, kita tidak sedang berbicara mentraktir mereka yang ulang tahun. Cukup berikan ucapan selamat ulang tahun, beri hadiah sederhana (mungkin tulisan tanganmu bagus? Kenapa tidak?) dan doakan. “Ah membosankan!”, bosan tidaknya tidak membenarkan perlakuan bully diatas bukan? “Ah, terlalu religius. Jangan sok suci!”, lalu kamu akan menamai dirimu apa jika melakukan itu? Duniawi dan pendosa kah? Kalau kamu membaca ini dan merasa panas di dada, mungkin kamu salah satu pelaku bullying itu. Dan sebelum kamu memberi pembelaan lain seperti “yang di-bully ndak apa-apa kok”, coba refleksikan sejenak jika itu menimpa dirimu sendiri. Jujurlah kalau kamu juga akan merasa kecewa jika foto-foto absurdmu diunggah di media sosial, apalagi di hari paling bahagiamu dalam satu tahun itu.

 

Bullying ada banyak jenisnya dan apapun itu kita sepakat menentangnya. Bisa jadi kita secara tidak sadar telah melakukan bullying. Salah satunya, posting “aku ulang tahun lho, ucapin aku dong”, yang telah dilakukan beberapa orang. Belum terlambat menghentikan bullying ini. Mulailah dengan memberi kejutan ulang tahun yang baik kepada temanmu dan rayakanlah bersama dia selagi bisa. Kalau kamu adalah korban, bicarakan baik-baik dan beritahu temanmu yang melakukannya kalau kamu tidak suka. Teman yang baik pasti akan menghargaimu dan menghentikan perbuatannya. Bila kamu pelaku, siapkan diri meminta maaf dan tidak melakukannya lagi. Sebagai kalimat penutup, ingatlah selalu “peliharalah kasih persaudaraan”.

About the author /


Post your comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *