Pluralitas ada namun sekadar melintas.
Apa yang di depan mata itu nyata, ataukah ilusi semata?
Kalau kata musafir di tanah tandus, ibarat utopia, terlalu indah tuk dibilang nyata.
Kerjapkan mata yang terkubur zaman, mungkin cuplikan utopia tadi menjadi elemen realita.