POCONG PERTIGAAN: Polisi Cepek Pencuri Perhatian

"Jiwa dan pikiran itu harus seneng." - Sutrisno

Beberapa warga tentunya sudah tidak asing lagi dengan sosok Sutrisno yang selalu berpakaian nyentrik di pertigaan Kutisari, Surabaya. Pria yang kerap disapa Tris ini merupakan sosok yang selalu menggunakan kostum unik dan menarik setiap harinya sambil mengatur lalu lintas di pertigaan tersebut. Tris sudah menekuni pekerjaan ini sejak tahun 1998, di era lengsernya Soeharto dari kursi kepresidenan. Bisa dibilang Tris sudah bekerja sebagai pengatur lalu lintas selama sepertiga hidupnya; bukan waktu yang singkat dan tentunya sangat membutuhkan kesabaran maupun pengabdian yang tulus.
Ketika pertama kali merantau pada tahun 1971, Tris sempat mencoba peruntungan dengan bekerja di proyek pembangunan. Namun sangat disayangkan, ia harus kehilangan pekerjaannya karena tidak diupah akibat krisis moneter yang melanda Indonesia di tahun 1998.
Sebelum menjadi pengatur lalu lintas, Tris sempat bekerja sebagai tukang becak di sekitar Kutisari. Melihat kondisi lalu lintas pertigaan Kutisari yang tidak tertib membuat hatinya tergerak untuk membuat perubahan. Tris kemudian memutuskan untuk bertugas sebagai pengatur lalu lintas di pertigaan tersebut. Pria kelahiran tahun 1958 ini kini bekerja dari siang hingga malam setiap harinya kecuali hari Minggu.
Pada awal kemunculannya, tidak sedikit yang mengira bahwa Tris adalah orang gila. Hal itu dikarenakan kostumnya yang nyeleneh dan tingkah lakunya yang seolah-olah menunjukkan bahwa dirinya “gila”. Bahkan ketika berkunjung ke warung, Tris terkadang mendapat makanan dan minuman gratis agar ia segera pergi dari warung tersebut. Namun prasangka tersebut tidak membuat Tris kecewa; ia justru “menikmati” julukan yang disematkan kepadanya tersebut.
Di sela-sela kesehariannya, pria asal Banyuwangi ini menyempatkan diri untuk membuat kostum. Beliau mendapatkan inspirasi untuk desain kostumnya dari film-film yang ia tonton dan ide-ide yang terlintas di benaknya. Inspirasi tersebut ia gabungkan dengan keterampilannya untuk menghasilkan berbagai macam kostum yang atraktif, seperti pakaian adat, kostum tentara Romawi, hingga yang paling identik dengannya, kostum pocong. Jika dihitung-hitung, Tris memiliki kurang lebih 3000 kombinasi kostum yang tersimpan di tempat tinggalnya.
Sejak pagi, Tris menyiapkan kostum yang akan digunakannya untuk bekerja. Ia juga tidak lupa merias dirinya agar senada dengan kostum yang ia kenakan. Setelah bersiap-siap, Tris pun langsung 'beraksi' di tengah teriknya matahari maupun derasnya hujan. Cuaca yang tidak menentu tidak menghalanginya untuk berhenti bekerja. Tris bahkan sudah menyiapkan kostum khusus yang dikenakannya ketika hujan melanda. Walaupun tidak ada yang bisa menghalanginya untuk berhenti bekerja, Tris tetaplah manusia yang membutuhkan istirahat. Ia sesekali meluangkan waktu untuk meminum beberapa teguk kopi atau air mineral. Setelah beristirahat, Tris kembali melanjutkan tugasnya sebagai “polisi cepek”.
Melihat para pengendara yang terhibur oleh penampilannya membuat Tris turut senang. Hal itulah yang memotivasinya untuk tetap bekerja sebagai “polisi cepek” sembari menghibur pengendara yang lalu-lalang di pertigaan tersebut. Dengan kostumnya yang nyentrik, Tris ingin mengurangi rasa bosan dan stres para pengendara yang terjebak dalam kemacetan di daerah Kutisari.
Pekerjaannya sebagai polisi cepek tentu tidak membuahkan penghasilan yang banyak. Namun, hal tersebut tidak menghentikan Tris dari pekerjaannya maupun mendorongnya untuk beralih ke profesi lain yang lebih menguntungkan. Uang memang penting, namun uang bukanlah hal utama. Tris yakin bahwa ketika sesuatu dilakukan dengan tulus dan ikhlas, maka hal-hal yang bersifat materialistis tersebut akan datang dengan sendirinya sebagai bonus. Membuat orang lain senang dan bahagia adalah hal yang jauh lebih penting. Itulah prinsip Tris.
×
×
×