Ilustrator: Jessica Gabriel
Strict Parenting: Membangun atau Menekan?
Reporter: Belinda Averina
Ibu: “Mang, kamu sudah selesaikan PR-mu?”
Mang: “Belum, Bu. Tapi nanti saja, kan masih ada waktu.”
Ibu: “Tidak ada ‘nanti saja’. PR harus diselesaikan sebelum kamu boleh main atau nonton TV. Kamu tahu aturan ini kan? Kamu harus bertanggung jawab dengan tugasmu, dan tidak ada alasan untuk menunda. Setelah selesai, baru kamu boleh bersantai.”
Mang: “Tapi capek, Bu.”
Ibu: “Kita semua capek, Mang. Tapi itu bukan alasan untuk menghindari kewajibanmu. Ingat, disiplin itu penting. Kalau kamu ingin mendapat kebebasan, kamu harus menunjukkan bahwa kamu bisa mengatur waktu dengan baik.”
Mang: “Iya, Bu. Mang kerjain sekarang.”
Ibu: “Bagus. Jangan lupa, kalau PR ini selesai tepat waktu, baru kamu bisa nonton TV atau bermain. Kalau tidak, akan ada konsekuensinya.”
***
Dialog di atas mencerminkan pola asuh yang banyak diterapkan orang tua untuk mendisiplinkan anak mereka yaitu strict parenting. Secara umum, pola asuh ini berpatok pada meneguhkan peraturan, kontrol, pembatasan kebebasan anak, serta ekspektasi tinggi dari orang tua kepada anaknya. Meski terdengar negatif, ketiga hal ini memiliki peran agar anak tumbuh menjadi pribadi disiplin. Namun, apa yang terjadi ketika pola asuh ini terlalu mengendalikan penuh kehidupan anak hingga dewasa?
Strict parenting identik dengan jenis pola asuh authoritarian parenting (pengasuhan otoriter) dimana orang tua merancang segala ketetapan dan anak wajib mematuhinya. Ketika anak melakukan kesalahan, orang tua akan membatasi dan memberi hukuman. Sifat otoriter ini tidak menutup kemungkinan untuk orang tua memberikan hukuman fisik kepada anak. Alhasil, suara anak terpendam oleh orang tua.
Konsep Strict Parenting Ekstrim
Ketika mendengar kata strict parenting, Anita Sieria, S.Sos., M.Th.in Counseling., seorang konselor di Pusat Konseling Telaga Kehidupan Remaja, Pribadi, Pasutri, berpendapat bahwa kita harus menengok terlebih dahulu definisi strict parenting itu seperti apa. Setiap keluarga memiliki caranya sendiri ketika menerapkan pola asuh ini. Definisi strict parenting yang diterapkan keluarga bisa berakar dari nilai-nilai atau kepercayaan yang ditumbuhkan pada anak sejak dini. Misal, ada keluarga yang menjunjung tinggi nilai pendidikan agar dapat bekerja dari pendidikan yang diemban. Maka, keluarga akan mendidik dan mendorong anak mereka dari kecil untuk mencari ilmu banyak agar bisa ia bisa bekerja untuk memenuhi kebutuhan di masa depan.
“Jika kasusnya seperti ini, maka definisi strict parenting yang diterapkan itu baik dan sehat dalam keluarga”, ujarnya. Berbicara mengenai kontrol penuh dari orang tua kepada anak, maka Anita memperkenalkan situasi ini sebagai konsep strict parenting ekstrim. Aspek ekstrim ini berpatok bagaimana anak dituntut untuk memenuhi seluruh kehendak dan mematuhi kemauan orang tua. Ketika anak harus menuruti kemauan orang tua, ia tidak akan memiliki ruang untuk berekspresi maupun berpendapat (dalam batasan aman). Ruang negosiasi antar orang tua dan anak terhalang padahal harus terjadi timbal balik antara kedua pihak seiring bertumbuhnya anak. Selain menjadi pribadi mandiri, anak harus bisa mengambil keputusan sendiri. Orang tua yang mengontrol penuh justru membuat anak mengandalkan orang tua di masa dewasa nanti.
Pertemanan menjadi Bibit Pertumbuhan Anak
Anita mengungkapkan bahwa dalam pertumbuhan anak perlu menerima nasehat dan bimbingan penuh terutama di masa remaja dari keluarga. Tak hanya keluarga, pertemanan sehat bisa menjadi wadah untuk menguji kemampuan (bakat dan minat) anak. “Misal di keluarga, si anak dibilang kamu itu nulis rapi dan teman-teman nya si anak ini ngomong ke dia juga, kamu aja yang jadi sekretaris,” jawab Anita. Dorongan kecil ini membuat Anita percaya bahwa anak bisa melihat dirinya untuk membangun dan mengasah kemampuan yang dimiliki. Sayangnya, konsep strict parenting ekstrim bisa membuat anak mengalami identity crisis dimana ia mempertanyakan dirinya apakah bidang ini yang ia sukai atau impulsif orang tuanya. Di segi finansial, anak akan bergantung penuh pada orang tua meski sudah dewasa.
Strict Parents, Toxic atau Tidak?
Anita mengungkapkan bahwa konsep strict parenting ekstrim tadi merupakan pola asuh yang bisa meracuni hubungan dalam keluarga. “Kembali lagi ke konsep tadi, anak nggak punya ruang kebebasan untuk menemukan dirinya,” jawabnya. Ia menyebut kesehatan mental anak dipengaruhi pola asuh ini. Secara emosional, banyak tumpukan emosi yang tersimpan dalam anak sehingga bisa muncul dalam kemarahan ekstrim dan kecemasan karena pengendalian orang tua. Bahkan anak bisa menjadi pribadi over perfectionism dan people pleaser. “Semuanya dimauin dan bisa jadi anak ini dijauhi teman-teman karena kena hal sepele sedikit, anaknya marah,” jelasnya.
Pengaruh Lintas Generasi (cross-generational) terhadap Strict Parenting
Sebuah penelitian berjudul Parenting Warmth and Strictness across Three Generations: Parenting Styles and Psychosocial Adjustment milik Universitas Valencia Spanyol (2020), mengulas hubungan antara gaya pengasuhan mencakup kehangatan (warmth) dan keketatan (strictness), serta pengaruhnya terhadap penyesuaian psikososial pada anak-anak, dengan memperhitungkan faktor lintas generasi (cross-generational). Penelitian ini melibatkan tiga generasi dalam keluarga, yang terdiri dari generasi pertama (orang tua), generasi kedua (anak-anak dari generasi pertama), generasi ketiga (cucu dari generasi kedua).
Kabar baiknya, semakin bertambahnya generasi, tingkat kehangatan dan keketatan semakin berkurang. Hal ini disebabkan oleh kesadaran antar generasi agar mereka tidak menerapkan pola asuh yang dominan strict seperti generasi pertama. Dengan menyeimbangkan elemen warmth dan strictness, strict parenting sebenarnya bisa menjadi pengasuhan ideal. “Anak membutuhkan kehangatan berupa dukungan dan kasih sayang namun harus seimbang disiplin. Supaya anak memiliki kemampuan untuk mengelola tantangan hidup dan bisa membangun hubungan sosial sehat,” ujar Anita.
Mahasiswa Merantau, Solusi Strict Parenting?
Terkhusus untuk mahasiswa merantau, intensitas strict parenting mereda karena faktor geografis. Mereka memiliki ruang pribadi untuk menjelajah dampak strict parenting kepada mereka dan makna tujuan hidupnya jika orang tua tidak mengontrol sepenuhnya. “Bisa jadi satu titik baik supaya mahasiswa ini punya ruang. Bisa jadi salah satu cara tapi bukan berarti lepas dari kontrol orang tua melainkan mau hidup mandiri,” tambahnya. Secara psikologis, mereka masih membutuhkan bimbingan orang tua dalam hal mengambil keputusan. Anita memberikan nasihat kepada kedua pihak itu agar mereka semangat untuk mencari keinginan bertumbuh (sisi anak) dan melepas anak agar mereka menjadi pribadi matang (sisi orang tua).
Apakah ada Solusi Absolut untuk Konsep Strict Parenting Ekstrim?
Menurut Anita, tidak ada solusi pasti untuk konsep tersebut karena ada hal-hal yang tidak bisa dikontrol di dunia ini. “Ada hal-hal yang bisa kita kontrol dan ada yang di luar kontrol kita. ucapnya. Kembali ke orang tua apakah mereka mau berubah dan sadar atau tidak. Pasti akan membuat anak kewalahan,” ucapnya. Sebagai konselor, Anita memberikan nasehat bahwa relasi baik dan semangat untuk bertumbuh dalam keluarga merupakan kunci tepat dalam pola asuh yang ideal. Tentu, tidak ada pola asuh yang sempurna karena pertumbuhan orang tua dan anak pasti berbeda-beda di setiap keluarga.
“Fokus bangun relasi yang dekat dengan anak. Salah satu cara adalah orang tua mau mendengarkan dan terbuka kepada anak. Dari sisi anak, anak harus mendengarkan sisi orang tua dan isi hati mereka. Kita akan dekat dengan orang yang mengerti hati dan pikiran kita,” tutupnya.
Sumber:
Jannah, Raehatul. “5 Jenis Pola Asuh Beserta Penjelasan Lengkapnya”. DosenPsikologi.com, https://dosenpsikologi.com/jenis-pola-asuh
Bolang, Jasinta. “Strict Parent vs. Anak Zaman Sekarang: Membangun Kedisiplinan atau Justru Jarak?”. ManadoPost.id, https://manadopost.jawapos.com/lifestyle-teknologi/285292010/strict-parent-vs-anak-zaman-sekarang-membangun-kedisiplinan-atau-justru-jarak
“Understanding Strict Parenting: Benefits, Drawbacks, and Balance”. POSITIVE PARENTING IDEAS, https://positiveparentingideas.com/strict-parenting-benefits-drawbacks-and-balance
University of Valencia. Parenting Warmth and Strictness across Three Generations: Parenting Styles and Psychosocial Adjustment. International Journal of Environmental Research and Public Health, 15 Oktober 2020, pp 11-13.
Universitas Sriwijaya Palembang, Indonesia. Dampak Strict Parents (Pola Asuh Otoriter) Dalam Pembentukan Etika, Karakter Dan Pergaulan. Jurnal Ilmu Sosial, vol. 1, no. 2, 29 April 2024, pp 17-19.