Gaya Nusantara

Irama pantulan kok terdengar detik demi detik. Suara pukulan smash dari raket pemain sesekali terdengar kencang di tengah lapangan. Begitulah suasana yang nampak di Kebraon Sport Center (KSC) Surabaya, Kamis (21/9/17). Lapangan badminton KSC terlihat penuh oleh para pemain bulutangkis dan sebagian besar dari mereka adalah pria yang usianya di atas 20 tahun. Hari semakin larut namun para pemain semakin banyak berdatangan.Tak sekadar bermain bulutangkis, tetapi juga terdapat sebuah klub yang beranggotakan kaum gay/homoseksual.
PB Arby (Persatuan Badminton Arek Suroboyo) atau yang dulunya dikenal dengan nama Barbie Klub ini, sudah berjalan selama 3 tahun dan berfokus terhadap kegiatan olahraga khususnya bulutangkis. Usia mereka yang tergabung dalam PB Arby Klub rata-rata berusia 20-25 tahun dengan profesi yang beragam. Ada yang bekerja di Indomaret, ada juga yang membuka usaha salon sendiri. Jadwal mereka bermain rutin dilakukan seminggu sekali yaitu Kamis sekitar pukul 20.00-23.00 WIB. Tidak sekadar bermain kemudian pulang ke rumah masing-masing, seusai bermain, mereka biasa berkumpul untuk berbagi cerita tentang kegiatan sehari-hari sembari menyantap makan malam bersama. Mereka juga berkeliling dari satu kota ke kota lain untuk menambah jaringan pertemanan melalui latihan bersama.
PB Arby Klub, yang beranggotakan 20 orang ini memiliki keberagaman antar satu dengan yang lainnya. Hanya sedikit yang berasal dari Surabaya. Susi, salah satu anggota, berasal dari Situbondo. Ada juga yang berasal dari Kediri, Jombang, dan masih banyak lagi. Tak hanya keberagaman daerah asal, tetapi juga latar belakang mereka untuk memutuskan menjadi seorang homoseksual turut beragam. Ada yang memutuskan untuk memilih menjadi homoseksual karena kekecewaan pada perempuan, bawaan sejak lahir, namun juga banyak yang memilih menjadi gay karena pengaruh lingkungan.
Walaupun seringkali sebagian besar masyarakat beranggapan negatif terhadap klub ini, hal tersebut tidak membuat mereka patah semangat untuk terus melakukan kegiatan yang dapat berguna bagi masyarakat. Kaum yang memiliki stigma negatif, sesungguhnya memiliki jiwa sosial yang tinggi. Ketika Ramadhan beberapa bulan lalu, mereka menyempatkan waktu untuk berbagi takjil kepada umat Muslim. Mereka juga memiliki rencana untuk melakukan kegiatan bakti sosial di lingkungan sekitar.
×
×
×