Kembang Kuning

Matahari belum menampakkan diri seutuhnya ketika Pur (49) memulai harinya. Udara pagi yang sejuk seakan menyambutnya di Makam Kembang Kuning, tempat sehari-hari ia mengadu nasib. Kakinya cekatan berjalan ke arah kompleks makam.
Tak berbeda dari juru rawat makam yang lain, Pur juga membawa sapu lidi, arit dan botol kosong. Seperangkat peralatan untuk merawat makam-makam yang dipercayakan kepadanya. Menjadi juru rawat makam sudah menjadi pekerjaan yang dilakoninya sejak puluhan tahun lalu. Bahkan kini, Pur dipercaya untuk merawat 232 makam di komplek pemakaman Kembang Kuning Surabaya.
Menurut Muntini (50), “Kalau nggak ada yang dateng kita ya nganggur, cuma resik-resik, nyiram-nyiram, supaya kembang-kembange itu subur. Jadi kan lek cino e dateng kan nggak sedih.” Ia juga menambahkan, rata-rata para pelayat datang dua kali dalam setahun, yaitu ketika hari raya Ceng Beng dan hari raya Natal. Para pelayat biasanya memberikan uang sukarela sekitar 500 ribu-satu juta rupiah per tahunnya untuk juru rawat makam.
Tidak hanya Pur, masih banyak lagi Juru Rawat Makam lain yang ada di sana, seperti Hartati (52). Ia memiliki tiga anak yang berasal dari Karangkates, Malang. Tidak sekadar membersihkan makam-makam, ia juga mencari botol-botol bekas yang berada di sekitar sana untuk dijual kembali. Untuk membiayai hidupnya serta anak-anaknya, ia juga berjualan minuman. Namun itupun tidak mudah, karena seringkali lapaknya disita oleh Satpol PP. Ia bercerita, bulan Mei lalu ia mengalami hal serupa.
Di samping merupakan makam Kristen, Kembang Kuning juga memiliki areal khusus untuk pemakaman Belanda yang bernama Ereveld Kembang Kuning. Areal ini dijaga ketat oleh penjaga khusus dan tidak dapat diakses umum. Tanah pemakaman tersebut dikelola langsung oleh Oorlogsgravenstichting (OGS), sebuah yayasan Belanda. Di dalamnya terdapat 5000 makam pahlawan Belanda yang gugur saat Pertempuran Laut Jawa pada 27 Februari 1942. Makam di dalam ereveld sangat tertata rapi dengan nisan salib dan bertolak belakang dengan makam diluar area tersebut yang terkesan kacau balau.
Menjelang malam, semua Juru Rawat Makam kembali pulang, namun suasana Kembang Kuning tetap berdetak. Keberadaan Juru Rawat Makam digantikan oleh kegiatan oknum-oknum tunasusila. Mereka menjajakan diri di sepanjang jalan utama makam. Hal ini semakin ramai ditemui setelah ditutupnya lokalisasi Dolly-Jarak. Berbagai limbah alat kontrasepsi dapat ditemukan di sudut-sudut makam.
×
×
×