Karena Butuh Jadi Suka

Suara kendaraan yang semakin redup ketika memasuki sebuah perumahan kecil. Hembusan angin nyaman melewati kepala dan lingkungan begitu tenang. Begitulah suasana yang terasa di tempat kediaman Selamet Poernomo di Jalan Keputih 3E/37, Surabaya. Hari yang cerah dan terik pada waktu itu tidak mematahkan semangatnya menjalani hari seperti biasanya.
Pria yang akrab disapa Cak Poer ini menderita polio pada masa kecilnya. Walaupun usaha pengobatan yang dilakukan tidak berhasil, pria kelahiran 8 September 1979 ini tetap menjalani studinya hingga ke jenjang perkuliahan. Berawal dari kekurangannya, Cak Poer pun mulai berpikir bagaimana dapat menjalani hidup di masa depan tanpa bergantung pada orang lain. Dari pemikiran tersebut, keinginan untuk bekerja dan mandiri dalam hidup, Cak Poer memulai langkah awal dengan memenuhi kebutuhan pribadinya akan transportasi. Terinspirasi oleh motor roda tiga yang pertama kali ia lihat di Malang, ada suatu rasa rindu besar yang timbul di hatinya. Selama bertahun-tahun Selamet Poernomo berangan-angan, memikirkan betapa nyamannya bila ia memiliki motor seperti itu. Saat SMA, ia dan temannya mulai mengambil langkah untuk merealisasikan motor roda tiga ini. Motor buatan mereka beroperasi dengan baik, dan menjadi motor roda tiga pertama Cak Poer di tahun 1991. Sejak hari itu, kehidupannya menjadi jauh lebih mudah berkat motor roda tiga yang selalu menjadi kakinya dalam menjalani kehidupan sehari-hari seperti bersekolah, kuliah, dan bekerja.
Dalam perjalanan barunya bersama motor roda tiga tersebut, ia mulai dilirik oleh teman yang ia kenali sejak SMA. Ia bertanya tentang asal-usul motor roda tiga tersebut, dan di mana membelinya. Tentu berbangga, Cak Poer menjawab bahwa motor unik ini merupakan hasil karyanya bersama salah seorang teman. Dari sinilah pertama kali Cak Poer diminta untuk membuatkan motor roda tiga ini untuk orang lain, dan ternyata mendatangkan rejeki. Ada pelanggan lain yang meminta motor roda tiga yang serupa.
Setelah sepuluh tahun Cak Poer bekerja di sebuah bengkel umum, ia akhirnya memutuskan untuk berhenti bekerja karena banyak pesanan motor roda tiga yang masuk. Ia kemudian membuka bengkel modifikasi motor roda tiga di tahun 2008. Perjalanannya dimulai dengan perlahan tapi pasti. Pembuatannya pun tidak singkat, melainkan memakan waktu yang cukup lama.
Selama berkarir, pria berusia 39 tahun ini mengaku pasti ada kesulitan yang dialami. Kesulitan tersebut tidak hanya dari waktu pembuatan yang lama, tapi juga spare-part yang dibutuhkan. Ia harus memodifikasi lagi beberapa alat yang telah dibeli untuk mendapat kenyamanan maksimal. Tidak hanya itu, Cak Poer hanya mengambil sedikit keuntungan dengan nominal lima ratus ribu rupiah di samping kerja kerasnya yang memakan tenaga dan waktu yang panjang. Namun semua hal itu tidak mematahkan semangat beliau dalam berkarya. Baginya, bila karyanya bisa dinikmati, pelanggannya puas, sudah cukup untuk membuat hatinya bahagia.**
×
×
×