Perspektif Lintas Agama terhadap Liberalisme

Fotografer: Justin Prawiro

Perspektif Lintas Agama terhadap Liberalisme

Oleh: Monica Angeline

Apa pandangan agama terhadap liberalisme? Kebebasan seperti apakah yang dimaksud dalam liberalisme? Untuk menjawab pertanyaan itu, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Kristen (UK) Petra menggelar dialog lintas agama bertajuk Perspective dengan tema “Liberalisme dan Agama”. Acara ini berlangsung melalui Zoom pada Sabtu (13/2/2021). 

Cathlyn Putri selaku Master of Ceremony membuka acara tepat pada pukul 14.15 WIB. Selanjutnya, Louise De Marillac selaku ketua panitia menyampaikan kata sambutannya. Ia berharap, acara ini dapat menambah wawasan peserta dan juga tanggapan agama mengenai liberalisme. Arja Sadjiarto, S.E., M.Ak., Ak., selaku Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan UK Petra turut memberikan kata sambutannya. Arja berharap, acara dialog seperti ini dapat bermanfaat bagi peserta dan membuka pikiran lebih luas lagi. 

Acara dilanjutkan dengan perkenalan keempat narasumber oleh Ezra Iskandar, M.A., Th. M., selaku moderator. Narasumber tersebut adalah Michael Kirana. S.T., dari perspektif agama Buddha, Davy Edwin Hartanto S.T.M.Div., dari perspektif agama Kristen aliran Protestan, Rm. Antonius Baur Asmoro, S.S., M.Hum., Lic.Th., dari perspektif agama Katolik dan Irfan L. Sarhindi, M.A., dari perspektif agama Islam.

Pada kesempatan ini, narasumber membahas mengenai kebebasan dalam perihal mabuk, seks bebas, narkoba, dan tato. Anton menanggapi hal tersebut berdasarkan ayat Alkitab pada Galatia 5:13, “Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa,  melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih.” Manusia memang memiliki kebebasan, namun akan lebih baik jika digunakan untuk menjadi berkat bagi sesama. Davy juga menambahkan, anak muda zaman sekarang kurang berpikir panjang mengenai konsekuensi dan esensi dari kegiatan ‘bebas’ mereka.

Michael menyarankan, ideologi liberalisme yang ada sebaiknya ditelaah dan direnungkan terlebih dahulu. Kita dapat menggunakannya apabila ideologi tersebut memberi manfaat positif. Irfan juga mengatakan, liberal bukan berarti kita memiliki kebebasan sebebas-bebasnya, karena kebebasan kita masih dibatasi oleh kebebasan orang lain juga. 

Ketika ditanyai mengenai pendapat mereka terhadap komunitas LGBTQ+, narasumber sepakat, komunitas tersebut juga merupakan manusia bermartabat yang perlu kita hargai. Alangkah baiknya jika kita tidak menghakimi, melainkan merangkul dan membimbing orang yang berada dalam komunitas tersebut. 

Pada akhir dialog, Ezra menarik kesimpulan, generasi muda sering kali salah kaprah dalam menilai liberalisme. Liberalisme bukanlah hidup sebebas-bebasnya, melainkan hidup secara bertanggung jawab. Acara kemudian berakhir dengan kata penutup oleh Cathlyn dan dokumentasi oleh panitia.

Nah, Sobat GENTA, sebagai generasi muda yang beriman, janganlah menelan mentah-mentah suatu ideologi maupun pendapat orang ya. Sebaiknya, kita belajar untuk lebih bijak dalam berpikir dan bertindak agar dapat menjadi generasi muda yang memuliakan Tuhan melalui perkataan dan perilaku kita.

About the author /