Citra dan Realita Dunia Entertainment

Illustrator: Aurelia

Citra dan Realita Dunia Entertainment

Oleh: Nathania Grace

Industri hiburan memiliki peranan yang besar dalam mengisi seluruh bagian realita dunia. Dunia industri hiburan atau entertainment terdiri dari berbagai macam bidang, seperti musik, akting, agensi, bahkan stasiun TV. Menurut Philip Rayner, Peter Wall, dan Stephen Kruger, internet merupakan sumber alternatif paling dominan bagi mayoritas orang untuk menyebar dan mendapat informasi—terutama industri hiburan. Setiap hari, generasi muda hingga tua tidak pernah lepas dari hiburan layar kaca. Contohnya, dari hal yang paling sering kita jumpai, drama Korea dan K-Pop. Sekilas, memang kehidupan dunia entertainment tampak indah bak pelangi. Nyatanya, terdapat sejuta realita dunia entertainment di balik layar kaca. Seperti yang kita ketahui, telah terkuak berbagai skandal dan kasus bullying yang menerpa artis papan atas, contohnya di Korea Selatan. Lantas, bagaimana respon dan tindakan netizen terhadap kasus tersebut? Apakah melakukan penghakiman sepihak merupakan hal yang benar? Jika tidak, apakah membela artis yang sudah terbukti bersalah merupakan tindakan yang bijak?

Dalam acara Christian Broadcasting System (CBS),  Amber Liu selaku anggota K-pop F(x) mengatakan, penting untuk menjaga citra dan popularitas sebagai selebriti di layar kaca. Dalam industri K-pop, selebriti harus selalu tampil dengan sempurna dalam dunia entertainment tanpa suatu kecacatan. Menurut Amber, citra dan popularitas artis merupakan hal yang sangat penting serta memengaruhi kesuksesan karir. Artis sangat berhati-hati dalam mengelola citra dirinya di depan wartawan dan kamera, karena kesan yang ditampilkan akan memengaruhi media massa. Artis yang selalu menampilkan citra positif akan selalu menjadi sosok panutan bagi netizen.

Artis pun menyadari, terkadang mereka harus menampilkan citra diri rekaan atau palsu. Cepat atau lambat, publik akan mengetahui realita yang ada dan berdampak bagi citra maupun karirnya. Hal tersebut dialami oleh artis Korea, Kim Ji Soo. Pada 2 Maret 2021, sebuah postingan media sosial menggencarkan dunia maya, berisikan pengakuan korban bullying yang dilakukan oleh Kim Ji soo. Kasus bullying tersebut terjadi pada tahun 2007 silam terhadap korban yang mengaku sebagai teman sekelas Ji Soo di SMP Seorabeol tahun 2006 hingga 2008. Pada 4 Maret 2021, melalui akun Instagram @actor_jisoo, Ji Soo mengunggah foto surat permintaan maaf terhadap korban. Ia mengaku telah menutupi masa lalunya demi menjaga citra dan popularitas diri sebagai artis. Akibatnya, Korean Broadcasting System (KBS) mengeluarkan Kim Ji Soo dari drama terbarunya, River Where the Moon Rises. Peristiwa tersebut menuai kekecewaan dari publik dan telah merugikan baik karir maupun citra dirinya.

Berbeda dengan peristiwa Ji Soo, tidak jarang artis K-Pop menerima komentar hanya karena perilakunya tidak sesuai dengan harapan penggemar. Sulli eks girl group F(x) menjadi salah satu contohnya. Sulli ditemukan meninggal dunia di apartemennya pada 14 Oktober 2019. Penyebab kematian Sulli diduga karena bunuh diri akibat mengalami depresi. Menurut Associated Press, Sulli kerap kali menyuarakan feminisme dan pandangannya yang blak-blakan, sesuatu hal yang jarang dilakukan oleh idol wanita Korea Selatan yang konservatif. Dalam beberapa unggahannya, Sulli kerap mendapatkan bullying dan kecaman secara online. Apa pun yang ia lakukan, ia selalu mendapat hujatan dari netizen

Henry Jenkins dalam Textual Poachers: Television Fans and Participatory Culture menjelaskan, kata “fan”  (penggemar) merupakan abreviasi dari “fanatic”, yang berasal dari kata Latin “fanaticus”. Secara literal, “fanaticus” berarti “Dari atau berasal dari sebuah pemujaan; pelayan suatu pemujaan; seorang pengikut”. Penggemar kerap kali dianggap bersikap berlebihan, obsesif, dan kritikus terhadap idolanya. Penggemar sangat aktif melakukan stalking, pengawasan yang dilakukan secara berulang oleh individu atau kelompok terhadap orang lain. Perilaku stalking tersebut menimbulkan ekspektasi penggemar yang berlebihan terhadap idol. Penggemar selalu mengharapkan kesempurnaan atas idolanya baik secara penampilan maupun kepribadian. Idol pun dituntut menjadi panutan yang sempurna dari segala sisi. Ketika idol melakukan satu kesalahan, mereka menuai kritikan dan hujatan dari penggemar. Lantas, bagaimana seharusnya respon kita terhadap hal tersebut?

Tak ada manusia yang terlahir sempurna. Sebagai sesama manusia, kita seharusnya saling memahami dan memaafkan kesalahan masing-masing. Sebagai seorang penggemar, mudah untuk kerap kali mengidolakan sang artis layaknya dewa. Namun, tak sepantasnya jika penggemar selalu membela dan menutupi kesalahan sang artis. Sebaliknya pula, sering kali dijumpai netizen melontarkan kata-kata pedas atau hujatan ketika artis membuat suatu kesalahan. Kedua tindakan tersebut bukanlah hal yang bijak untuk dilakukan. Seharusnya, kita dapat melontarkan pesan yang baik dan membangun. Dengan demikian, dapatlah tercipta suasana yang damai dan positif.

Menghentikan pembelaan maupun kritikan pedas yang berlebihan dapat menyebarkan suasana positif. Netizen, penggemar, dan artis juga dapat memaksimalkan penggunaan media sosial dengan baik dan bijak. Titan Tyra, selaku co-founder Secondate Beauty, Toriyo dan influencer asal Indonesia menjadi salah satu contohnya. Dalam unggahannya melalui akun Instagram @titantyra, ia kerap membagikan cerita positif dan kejujuran mengenai kehidupan pribadinya. Hal ini menuai respon positif dan membawa pengaruh yang baik bagi netizen, penggemar, serta tokoh publik lainnya.Realita dunia entertainment tak seindah yang Sobat GENTA saksikan pada layar kaca maupun media sosial. Walaupun berprofesi sebagai artis, setiap manusia tetap memiliki celah masing-masing. Menutupi kesalahan hanya karena mengidolakan bukanlah tindakan terpuji. Sebaliknya, membanjiri kritikan pun tentu tidak baik. Budayakan mencari fakta, data, dan pesan yang membangun. Semoga Sobat GENTA lebih pandai menyaring dan menyampaikan informasi ya!

About the author /