Saling Lempar Tangkap, Ini Politik atau Olahraga?

Ilustrator: Torinaga Anugroho

Saling Lempar Tangkap, Ini Politik atau Olahraga?

Oleh: Patrick Jonathan

Pernahkah Sobat GENTA bermain lempar tangkap bola? Permainan ini biasanya digunakan untuk melatih otot tangan serta sebagai pemanasan sebelum melakukan olahraga yang lebih berat. Kegiatan ini dilakukan oleh dua orang, yang satu melempar dan yang satu lagi menangkap bola. Begitu terus diulang sampai kedua belah pihak memutuskan untuk berhenti. Tapi, apakah sobat GENTA menyadari bahwa pemilihan presiden (pilpres) kita kali ini juga hampir sama seperti itu?

Tentu kita telah mengetahui ada dua pasangan calon yang akan bertanding di ajang pilpres 2019. Pasangan Calon (paslon) nomor urut 01, Joko Widodo (Jokowi) dan Ma’ruf Amin, akan bersaing dengan paslon nomor urut 02, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno. Lalu, dimana letak kesamaan pilpres kali ini dengan permainan lempar tangkap bola?

Kesamaan pertama dapat dilihat melalui Debat Pilpres yang pertama pada 17 Januari 2019. Kedua paslon lebih banyak upaya saling serang ketimbang menawarkan gagasan dan mengelaborasi yang lebih substansial dari visi dan misi. Serangan pertama dilancarkan Prabowo pada segmen kedua. Ia menyerang Jokowi dengan kasus seorang kepala desa yang mendukung Prabowo tapi kemudian langsung ditahan karena dianggap tidak netral sebagai pejabat. Padahal, menurut Prabowo, gubernur-gubernur yang mendukung Jokowi tidak ditangkap. “Jadi saya kira ini juga suatu perlakuan tidak adil, ya. Juga, menurut saya, pelanggaran HAM karena menyatakan pendapat itu, dijamin oleh undang undang dasar, Pak,” ujar Prabowo seperti yang dilansir oleh Tirto.id.

Jokowi tidak lantas diam mendapatkan serangan itu. Ia menyerang balik dengan kasus hoaks Ratna Sarumpaet, juru kampanye Prabowo-Sandiaga. Saling serang itu tidak terkait penegakan hukum kasus HAM yang sedang dibahas pada segmen itu.

Jokowi tidak hanya menyerang sekali. Pada kesempatan memberikan dua pertanyaan bebas, ia menyerang Partai Gerindra yang memiliki mantan narapidana koruptor maju menjadi caleg di Gerindra. “Menurut Indonesian Coruption Watch (ICW), partai yang bapak pimpin, termasuk yang paling banyak mencalonkan mantan koruptor atau mantan narapidana korupsi. Yang saya tau, caleg itu yang tanda tangan ketua umumnya. Berarti pak Prabowo yang tanda tangan. Bagaimana bapak menjelaskan mengenai ini?” tanya Jokowi.

Tidak hanya melalui debat, kedua kubu juga saling serang melalui tim suksesnya masing-masing. Banyak beredar di media sosial yang menganggap Jokowi adalah antek asing, serta bagian dari Partai Komunis Indonesia (PKI). Sebaliknya, ketika Jokowi kampanye di Surabaya pada 2 Februari 2019 juga menyebutkan bahwa pihak 02 menggunakan konsultan asing dan menerapkan propaganda Rusia.

Firehose of Falsehood atau yang biasa disebut propaganda Rusia ini pertama kali muncul ketika pilpres Amerika Serikat pada tahun 2016. Saat itu, kubu Donald Trump menggunakan teknik ini dan berhasil memenangkan kontestasi politik disana. Melalui teknik ini, berita bohong (hoaks) diproduksi besar-besaran dan diberitakan melalui media-media yang dimiliki. Pada dasarnya, teknik ini menggunakan obvious lies atau kebohongan tersurat yang direncanakan untuk membangun ketakutan. Sebagai propaganda, cara ini dinilai sangat efektif sebab memengaruhi bagian otak yang disebut amygdala – bagian otak yang bertanggung jawab untuk mendeteksi rasa takut dan mempersiapkan diri pada kondisi darurat.

Jadi Sobat GENTA jangan heran jika saat ini di media banyak sekali berita-berita politik yang miring. Apalagi menjelang tanggal 17 April (pilpres, red.), media semakin gencar memberitakan masalah politik. Tuduhan yang dilemparkan, baik dari kubu 01 maupun kubu 02, selalu direspon dengan menyerang balik. Melempar tuduhan, menjadi berita hangat, klarifikasi, melempar balik tuduhan, begitu terus terjadi tanpa henti. Kondisi ini mirip seperti permainan lempar tangkap bola ‘kan? Lalu, mau sampai kapan seperti ini?

Pakar komunikasi politik dari Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah, Gun Gun Heryanto berpendapat ajang debat capres penting baik bagi pasangan Jokowi-Ma’ruf maupun Prabowo-Sandiaga. Dia mengatakan ada dua keuntungan debat untuk kedua pasang kandidat yang berlaga di pemilihan presiden 2019. “Yang pertama, menurut saya keuntungan pertama adalah manajemen kesan. Kedua, memastikan ikrar dia sebagai calon pemimpin,” kata Gun Gun.

Berdasarkan dua keuntungan tersebut, debat pilpres harusnya menjadi ajang adu program demi meyakinkan pemilih. Bukan malah saling lempar tangkap tuduhan yang tidak tahu kapan akan berakhir.

Oleh karena itu, sobat GENTA perlu berhati-hati. Bijaklah dalam menerima informasi, terutama mengenai politik. Mungkin bagi beberapa sobat GENTA ini adalah kali pertama memiliki hak pilih dalam kontestasi pilpres, jadi harapannya sobat GENTA dapat menggunakan hak pilihnya dengan baik. Jangan lupa datang ke TPS tanggal 17 April ya!

Tagged with:     , , , ,

About the author /