Majalah Kampus di Ambang Keterpurukan

Majalah Kampus di Ambang Keterpurukan

Oleh: Veronica Maureen

Sebanyak 1000 eksemplar majalah GENTA dicetak setiap edisinya yang seharusnya menjadi sumber pengetahuan baru bagi seluruh sivitas, tak terkecuali mahasiswa. Dan mungkin, sudut pandang paling tepat dalam menentukan keberhasilan pembuatan GENTA adalah dengan menilai sejauh mana informasi dan pengetahuan yang dituliskan mampu diterima oleh seluruh sivitas.

Rendahnya minat baca?

Tentu, frasa “minat baca” akhir-akhir ini sering menjadi bahan perbincangan yang tak lepas dari dunia pendidikan dan perkembangan anak. Berdasarkan data dari United Nation Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO), persentase minat baca di Indonesia hanya 0,01 persen. Artinya, dari 10.000 anak di Indonesia hanya 1 orang yang senang membaca. Dari data tersebut dapat dibayangkan, anggap saja jumlah seluruh mahasiswa di Univeristas Kristen (UK) Petra sejumlah 8000 mahasiswa, lalu berapa jumlahnya yang suka membaca?

Minat baca harus dibedakan dengan “dapat membaca” karena sering kali kedua hal ini dianggap hal yang sama. Zaman sekarang, siapa yang tidak bisa membaca? Tapi siapa yang mau membaca? Kembali ke-8000 mahasiswa, kita bisa buang 2000 lainnya yang berada di semester akhir dan menjalani magang maupun proses penyelesaian skripsi. Mari kita bicarakan mahasiswa semester 1,3 dan 5 yang sekarang aktif mengikuti kegiatan perkuliahan di kampus. Dari mereka semua, saya yakini tidak ada yang tidak bisa membaca, tapi berapa banyak jumlah dari mereka yang mau meluangkan waktu untuk membaca majalah universitas?

Dalam konteks ini saja, bagaimana informasi dan pengetahuan dapat tersalurkan ke seluruh sivitas, apabila mereka tidak membacanya?

Mahasiswa korban perkembangan teknologi : miskin pengetahuan

Karlina Supelli (Guru Besar Filsafat Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara) mengatakan bahwa teknologi memungkinkan manusia mengumpulkan informasi sebanyak mungkin. Namun, informasi bukan pengetahuan (Kompas, 28/11/2017). Pengetahuan yang ia maksudkan ialah kemampuan menyaring, mengolah, menganalisis, dan menyimpulkan informasi. Tidak heran, jika memang mahasiswa kini tidak memiliki kemampuan untuk berpikir secara kritis.

Bukankah sudah jelas bahwa pengetahuan didapatkan melalui membaca, entah surat kabar, buku maupun sumber lain. Yang menjadi masalah ialah pengetahuan mahasiswa saat ini tidak berkembang dikarenakan algoritma media sosial yang hanya memunculkan hal-hal spesifik yang disukai oleh pemilik akun. Informasi memang banyak, tapi pengetahuan tidak berkembang.

Dilansir dari katadata.co.id, berdasarkan data Statista, pengguna media sosial di Indonesia pada 2017 mencapai 96 juta pengguna. Jumlah tersebut mencapai 90% pengguna internet di Indonesia. Mahasiswa UK Petra dipastikan pengguna internet dengan intensitas penggunaan sosial media yang juga tinggi. Seperti halnya penggunaan media sosial Instagram yang tidak terlepas dari gaya hidup hingga kebutuhan perkuliahan.

Bisa saja apa yang saya sampaikan di atas terlalu berlebihan. Keadaan mahasiswa sekarang tak seburuk itu. Lalu kesalahannya terdapat dimana?

Isi yang dituliskan dalam majalah GENTA tidak penting

Redaktur bersama tim fungsionars tim cetak membahas tema majalah dalam sebuah rapat redaksi. Idealnya, tema-tema yang diangkat memiliki makna serta kedekatan dengan seluruh sivitas UK Petra, terutama mahasiswa. Nyatanya, artikel-artikel yang dimuat dalam majalah GENTA tidak mampu menarik perhatian mahasiswa untuk membacanya. Tentu saja, menjadi sebuah kegagalan apabila konten yang disajikan tidak sesuai dengan target yang diinginkan bukan?

Maka itu, konten bisa menjadi salah satu alasan utama kegagalan GENTA. Kalau konten yang disajikan memang tidak penting bagi mahasiswa, untuk apa mereka membaca. Redaksi harusnya mampu menyajikan konten-konten yang menarik juga, sehingga ada rasa keingintahuan hanya dari judul yang dituliskan.

Dan terakhir, tentu saja konten juga akan menjadi percuma apabila tidak dikemas dengan baik. Penataan layout majalah, cover, hingga pemilihan foto-foto yang dimuat selama ini juga belum mampu menimbulkan ketertarikan. Jika memang konten dan penampilan saja tidak bisa membuat GENTA untuk dibaca, pantas saja banyak GENTA yang tertinggal, tergeletak di sudut-sudut dan dilupakan.

Tagged with:     , ,

About the author /


Post your comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *