Lupakan Perbedaan, Galakkan Persatuan, demi Indonesia yang Lebih Baik

Fotografer : Sesilia Alexandra

Lupakan Perbedaan, Galakkan Persatuan, demi Indonesia yang Lebih Baik

Oleh : Patrick Jonathan

Ribuan mahasiswa Universitas Kristen (UK) Petra tampak memadati Auditorium Kampus Timur UK Petra pada Senin (19/8/2019). Mereka sedang mengantri masuk Auditorium untuk mengikuti seminar wawasan kebangsaan bertajuk “Dari Aku Untuk Indonesiaku”. Acara ini diadakan dengan tujuan menambah wawasan kepada segenap sivitas akademika UK Petra mengenai pentingnya persatuan. Seminar wawasan kebangsaan ini diawali dengan kebaktian kebangsaan pada pukul 09.30 WIB. Kebaktian tersebut dipimpin oleh Samuel Soegiarto, S.Th., M.Th.

Setelah kebaktian selesai, tibalah saat yang ditunggu-tunggu. Pukul 10.30 WIB, rombongan Resimen Mahasiswa (Menwa) UK Petra memasuki Auditorium bersama dengan tiga pembicara yang akan mengisi seminar wawasan kebangsaan ini. Mereka adalah Prof. Dr. H. Ahmad Syafii Maarif (Buya Syafii Maarif), Ir. Basuki Tjahaja Purnama, M.M. (BTP), dan Yudi Latief, Ph.D. Seminar dipandu oleh Linda Bustan S.Th., M. Div. sebagai moderator.

Pada kesempatan pertama, Buya Syafii Maarif membahas mengenai bagaimana kontribusi Tionghoa Kristen bagi bangsa Indonesia. “Betapa cantiknya Indonesia kita ini, namun kecantikan itu dirusak oleh mereka yang tuna kewarasan. Dirusak oleh mereka yang marah-marah terus, dan mereka yang tidak mau bekerja sama dengan orang lain demi membangun negeri ini,” ucap Buya Syafi Maarif. Dia juga menambahkan jika kita bisa saling bekerja sama untuk menjaga dan merawat republik ini, maka Republik Indonesia yang kita cintai ini akan bertahan selama-lamanya.

Lalu berikutnya giliran Yudi Latief yang membahas bagaimana cara mengaplikasikan pancasila kepada generasi muda masa kini. “Tanpa pancasila, Indonesia yang majemuk ini tidak akan bisa menjadi kekuatan bersama. Masyarakat yang majemuk akan menjadi sumber destruksi. Oleh karena itu saatnya kita kembali lagi pada Pancasila, kita perkuat lagi semangat Pancasila dalam jiwa kita,”

Selanjutnya giliran BTP yang membahas mengenai double minoritas di Indonesia yang seringkali dibatasi aksesnya untuk terjun ke dunia politik. “Sebagai orang keturunan Tionghoa yang tinggal di Indonesia, kita jangan pernah merasa inferior. Kita semua sama, kita Indonesia,” ucap BTP.

Sebagai penutup, ketiga pembicara memberikan closing statement kepada seluruh peserta seminar yang hadir. “Apa yang kita gagas hari ini, harus menjadi arus besar Indonesia di masa depan,” ucap Buya sambil diiringi tepuk tangan peserta. Sedangkan Yudi Latief lebih menekankan bahwa keturunan Tionghoa di Indonesia tidak perlu minder, karena segala kepandaian yang mereka miliki merupakan aset bagi bangsa Indonesia.

“Kalau kita dianugerahi keuangan lebih baik, kekuasaan lebih baik, harusnya kita berempati kepada saudara kita yang kurang beruntung. Selain empati, kita juga harus murah hati, karena itu merupakan bagian dari budaya gotong royong yang kita miliki,” tutup BTP.

About the author /