Kartini Days 2018: Women Empowerment

Fotografer : Evandruce Filbert

Kartini Days 2018: Women Empowerment

Oleh: Natania Wahyuni T

“ Kamu adalah betina. Jika kamu hanya tahu soal makan, tidur, bersolek, dan kawin. Banyaklah belajar, berpikir besar, merancang masa depan. Pandai-pandailah mempersiapkan diri, maka kamu boleh disebut perempuan,”

jelas Aniendya Christianna S.Sn.,M.Med.Kom, aktivis budaya dan dosen Universitas Kristen (UK) Petra saat perayaan hari Kartini yang diadakan pada Jumat (27/04) lalu di auditorium UKP.

Dalam kutipan diatas yang terkesan berlebihan, membuat kita sadar bahwa mendapat gelar “perempuan” tidaklah mudah. Seonggok daging yang bisa berjalan tanpa karakter dan karya tentu hanya bisa disebut betina.  Wanita yang selama ini identik dengan cap “tidak bisa bekerja”, dianggap berkewajiban mampu merias diri dan mengurus keluarga ( Hal ini saya tegaskan tanpa adanya intimidasi terhadap pekerjaan ibu rumah tangga).

Di era millenial ini, perayaan hari Kartini tak melulu berkebaya. Ada yang lebih harus diperhatikan daripada penampilan. Perayaan kartini sepatutnya merayakan kebebasan untuk berkarya, bekerja, tanpa takut dikekang. Perayaan ini mengenai reminder akan semangat, perjuangan, dan komitmen yang harus dibangkitkan lagi selayaknya R.A. Kartini yang dulunya memperjuangkan hak wanita.

Kenapa melulu R.A Kartini yang diusung saat membahas mengenai kekuatan perempuan?

Mungkin salah satu kutipan ini bisa pendukung sekaligus penjelas.

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”
― Pramoedya Ananta Toer

Ya, penyebab utama mengapa R.A. Kartini yang melulu jadi gambaran perempuan kuat Indonesia adalah warisan berupa karya tulisnya “Habis Gelap Terbitlah terang”, yang berisi buah pikiran dan suratnya dengan temannya dari Belanda. Tak berhenti di tulisan, Kartini juga menerapkan “wacana”nya dengan mendirikan sekolah khusus perempuan. Sebuah karya memang efektif dalam menciptakan sejarah dan kenangan.

Seperti yang dilakukan oleh Nadine Chandrawinata,  Puteri Indonesia 2005 yang juga hadir dalam Kartini days 2018, Nadine sebagai pencetus gerakan “Sea Soldier” terus gencar menggerakan timnya dan menyebarkan pesan lewat gelang yang bertuliskan hal yang sama. Nadine bahkan juga sempat memanggil salah satu mahasiswi ke panggung untuk menunjukkan bahwa keingintahuan, daya kritis, dan karakter merupakah dasar terpenting dalam mempunyai rasa percaya diri. Siapa yang menyangka bahwa Nadine dulunya adalah sosok yang mempunyai concern dalam masalah kepercayaan diri saat kuliah dulu?

Terus berkarya para perempuan Indonesia!

About the author /


Post your comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *